Feminisme dalam Novel “Gadis Kretek”

a.       Sinopsis Novel “Gadis Kretek”

Judul Buku                  : Gadis Kretek
Penulis                         : Ratih Kumala
Penerbit                       : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit                : 2012
Jumlah Halaman          : 274 Halaman

            Novel yang berjudul “Gadis Kretek” salah satu novel yang mempunyai alur cerita yang sangat menarik. Dengan sampul yang provokatif dengan gambar seorang gadis berkebaya yang sedang memegang rokok sedang menyala, mungkin pembaca akan menerawang bagaimana alur dari cerita novel ini dengan memiliki dua unsur utama yaitu “wanita” dan “kretek”.
            Kisah Gadis Kretek ini dimulai dari sekaratnya Soeraja, pemilik pabrik kretek Djagad Raja, kretek nomor satu di Indonesia. Penyakit komplikasi yang dideritanya membuat Soeraja menderita Stroke dan harus terbaring di dalam kamarnya. Dalam menanti ajalnya, ia mengigau-ngigau sebuah nama wanita “Jeng Yah”, nama wanita yang sebenarnya tidak lagi boleh diucapkan dari mulut Soeraja yang telah beristri dan memiliki tiga orang anak yang telah dewasa. Karena nama tersebut menyimpan misteri yang selama ini dikubur rapat-rapat oleh Soeraja dan sang Istri sebagai bagian dari masa lalu mereka.
            Sakit parah dan munculnya nama “Jeng Yah” dalam ngigau sang pemilik pabrik kretek membuat Tegar, Karim dan Lebas, tiga putra Soeraja sekaligus pewaris kerajaan kretek Djagad Raja berusaha untuk mencari tahu siapa itu Jeng Yah yang diigaukan oleh sang ayah. Sang Ayahpun ternyata sangat ingin bertemu dengan Jeng Yah tersebut, Sesuai dengan permintaaan sang ayah, ketiga anaknya segera berangkat pergi ke pelosok jawa, sambil berharap usaha mereka akan berhasil sebelum malaikat maut menjemput sang ayah.
            Dalam pencarian ini membuat mereka menyelusuri bagaimana sejarah Kretek Djagad Raja, perjuangan seorang Soeraja dalam membangun kerajaan kretek juga kisah cintanya dengan Jeng Yah. Seorang Gadis Kretek yang berhasil menemukan ramuan istimewa dalam membuat rokok kretek. Tidak hanya itu, dalam novel ini juga menceritakan bagaimana persaingan antara Idroes Moeria, ayah Jeng Yah dan Soejagad. Dua orang yang berteman disaat kecil hingga berlanjut dengan persaingan-persaingan yang menghiasi kehidupan mereka berdua.
            Persaingan antara Idroes Moeria dan Seodjagad terus berlangsung dalam bisnis. Dari mulai membangun usaha awal kreteknya, menentukan merk, cara pemasaran sampai pada membuat cita rasa dari kretek tersebut. Idroes Moeria akhirnya memenangkan persaingan tersebut dengan melesatnya pendapatan dari Kretek Gadis. Peran Jeng Yah sangat besar dalam perkembangan dari pabrik Kretek Gadis, Jeng Yah berhasil menemukan racikan dalam membuat kretek dan membuatnya berada dalam posisi penting pengelolaan pabrik kretek ayahnya. Dari pabrik tersebut muncul kisah cinta antara Jeng Yah dan Soeraja namun berakhir kandas karena peristiwa G30S.
            Dalam buku ini syarat akan aroma tembakau, penulis dengan piawai menulis segala seluk beluk tentang kretek. Dimulai dari sejarah kretek, cara pembuatan secara manual, dan informasi-informasi tentang manfaat kretek yang ternyata dapat menyembuhkan penyakit asma. Selain itu dari kretek inilah latar cerita itu dibentuk dimulai dari kisah cinta gadis kretek, persaingan bisnis, adapula kisah singkat tentang peristiwa pasca G30S.
            Novel ini sangat menarik buat kalian yang ingin mengerti tentang sejarah kretek di Indonesia. Dibalut dengan kisah cinta dan persaingan bisnis membuat hal yang berbeda dalam buku tersebut. Tidak hanya itu, sentuhan kebudayaan jawa baik dalam bentuk bahasa, adat, pakaian, nilai yang dimunculkan membuat kisah si Gadis Kretek menjadi lebih berwarna

b.      Novel “Gadis Kretek” dalam perspektif Feminisme Radikal
             
              Secara umum, novel “Gadis Kretek” karya Ratih Kumala ini bercerita tentang kisah cinta seorang gadis keluarga pemilik bisnis rokok kretek. Bahasa dalam novel ini cukup mudah dimengerti, tidak menggunakan kosakata yang sulit maupun kalimat yang ‘berat’. Dengan tambahan bahasa jawa dalam dialog antar tokoh membuat kita lebih merasa latar yang dibentuk oleh pengarang dan penggambaran menjadi lebih mudah. Apalagi alur waktu dibuat bolak balik antara zaman modern dan era penjajahan di tahun 1930-1950an yang membuat kita seperti berada di dalam dua waktu sekaligus.
                   Novel Gadis Kretek (2012) merupakan salah satu sastra yang menampilkan sosok perempuan sebagai tokoh utama sang Gadis Kretek bernama Dasiyah (Jeng Yah). Jeng yah digambarkan sebagai perempuan yang mandiri, pengelola sebuah perusahaan rokok ‘Kretek Gadis’ milik ayahnya. Rokok sebagai benda yang identik dengan laki-laki dapat dikelola dengan baik oleh gadis cantik dan mampu membuat pabrik rokok tersebut menjadi salah satu merk rokok terkenal dengan cita rasa tinggi. Bahkan cita rasanya sendiri diciptakan oleh Sang Gadis Kretek, hal ini membuat Dasiyah menjadi perempuan yang dominan didalam novel tersebut.
           Dengan mengambil latar tempat Jawa Tengah membuat novel ini kaya akan unsur-unsur kebudayaan Jawa. Penulis memunculkan konstruksi masyarakat jawa antara laki-laki dan perempuan. Baik dari sifat, perilaku dan juga peran di dalam masyarakat masih sangat kental dengan budaya jawa, dimana laki-laki dikonstruksi sebagai individu yang bebas, pekerja keras, dan pantang menyerah, kemudian laki-laki dituntut untuk mencari nafkah yang membuatnya menempati sektor publik . Sedangkan perempuan menjadi individu yang lembut, gemulai, dan penyabar. Seorang perempuan ditugaskan untuk menjaga anak dan juga suaminya sehingga perempuan ditempatkan dalam sektor domestik. Gender membuat laki-laki dan perempuan memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempeuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai dan sistem simbol masyarakat yang bersangkutan (Rita Saptari & Brigitte Holzner, 1997)
                  Dalam perspektif sosial budaya, laki-laki dan perempuan di bentuk dengan konstruksi berfikir ‘menjadi’ laki-laki dan perempuan, dimana terdapat pemisahan peran, sifat, nilai yang seharusnya dimiliki oleh laki-laki dan seharusnya dimiliki perempuan. Dalam novel juga terlihat bagaimana konstruksi berfikir tentang laki-laki yang seharusnya memimpin perusahaan, hidup bebas, pekerja keras ditampilkan. Bahkan tokoh Soeraja merasa malu jika kehidupan dia lebih rendah dari pada wanita dalam kepemilikan harta benda, perasaan tersebut disebabkan karena pemikiran tentang laki-laki harus menjadi seorang bapak yang mencari nafkah.  (Ratih Kumala, 2012)  
              Namun, dalam novel Gadis Kretek ini membentuk karakter perempuan sebagai karakter yang dominan. Dimana Jeng Yah di cirikan sebagai perempuan yang mandiri, gesit, dan juga pekerja keras. Selain itu dia mampu mendapatkan pekerjaan sebagai pengelola dari pabrik kretek yang dimiliki sang ayah. Membuat pabrik itu semakin besar karena recikan yang dia buat sendiri menjadikan kretek gadis menjadi favorit penikmat kretek. Hal ini lah yang menurut feminisme liberal perempuan yang menjadi setara dengan laki-laki (putnam, 1998). Munculnya Jeng Yah pada sektor publik membuat sosok perempuan menjadi ‘setara dalam bidang ekonomi’ terhadap laki-laki. Feminisme liberal tidak sepakat tentang pengekangan peran dan fungsi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. perempuan harus muncul sebagai individu yang bisa menguasai sektor ekonomi dan menjadi karakter yang mandiri seperti Jeng Yah.
              Freiden menegaskan harus adanya kesetaraan yang muncul antara laki-laki dan perempuan. Penting bagi laki-laki untuk mengembangkan diri personal dan pribadinya sebagaimana perempuan yang harus mengembangkan diri di sektor publik dan sosialnya (putnam, 1998). Terdapat gagasan yang salah akan peran ibu yang seharusnya bertanggung jawab akan keluarga dan anak yang mana tugas tersebut seharusnya menjadi tugas laki-laki dan perempuan.
                 Karena hal tersebutlah, perempuan-perempuan, menurut feminisme liberalis harus didorong untuk bisa menempatkan diri pada sektor-sektor publik dan sosialnya. Harus adanya kombinasi di dalam semua manusia baik laki-laki maupun perempuan tentang sifat mental dan perilaku yang ‘maskulin’ dan ‘feminim’. Feminisme harus bergerak diluar isu perempuan ( isu yang berhubungan dengan peran, hak, dan tanggung jawab reproduksi dan seksual perempuan ) untuk dapat bekerja dengan laki-laki dalam ‘’masalah yang konkrit dan praktis dari hidup, bekerja dan mencintai sebagai manusia yang setara. Sehingga feminisme liberal menginginkan perempuan menjadi anggota masyarakat yang utuh yang menciptakan humanisme.

Daftar Pustaka
Kumala, ratih. 2012. Gadis Kretek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka UtamaPutnam, Rosemarie. 1998. Feminist Thougt: Pengantar Paling Komperhensif kepada aliran utama pemikiran perempuan.                         Yogyakarta, Jalasutra
Saptari, Ratna. Dkk, 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Share this:

,

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar