Dibalik Karya Sang Seniman

Dok. Pribadi
            Solo, merupakan sebuah daerah yang ada di Jawa Tengah. Sebagaimana kota-kota di wilayah Indonesia, Solo mempunyai pesona yang khas sebagai daya tarik buat kamu-kamu yang bingung menentukan tempat untuk tinggal. Dengan slogan “Spirit of Java”, Solo mencoba untuk merepresentasikan dirinya sebagai jantungnya jawa. Solo ini selain terkenal dengan “unggah-ungguh” sebagai orang jawa, kota ini juga terus berinovasi untuk mempertahankan dan melestarikan seni dan budaya, kekayaan yang harus dijaga bagaimanapun caranya.

            Walaupun tidak setenar yogjakarta, solo tetap mempunyai kharisma tersendiri. Apalagi buat kamu yang suka dengan kesenian tradisional. Banyak berbagai acara yang diagendakan dengan atau tanpa kerja sama dengan pemerintah kota, baik yang diadakan mingguan, bulanan atau setiap tahun. Diadakan oleh warga sekitar, universitas, perkumpulan atau acara-acara yang mengundang masyarakat internasional untuk berpartisipasi tentunya tema seni dan budaya sering kali diangkat. Beberapa tempat bahkan dibuat khusus sebagai pusat para pekerja seni dalam menampilkan hasil karya mereka. tiket masuknya pun tidak terlalu mahal dan beberapa ada yang tidak memungut biaya alias gratis. Sehingga siapapun dapat menikmati acara tersebut.
            Memang, mempersiapkan sebuah pentas seperti ketoprak, teater, sendratari atau pentas lain tidak semudah yang dibayangkan. Beberapa teman yang kebetulan ikut dalam kelompok budaya biasanya menghabiskan waktu sekitar 2-3 bulan untuk mempersiapkan sebuah pentas, sesi latihannya pun hampir setiap hari. Tidak hanya soal latian dan persiapan, biaya penyelenggaraan pun tidak murah, baik untuk dekorasi panggung, kostum, dan sebagainya. Jadi tidak heran ketika hasil dari proses mereka terlihat sangat luar biasa. Lebih luar biasa lagi, tidak jarang imbalan atas pertunjukan yang di tampilkan “hanya” berupa tepuk tangan dan kepuasan penonton. Sepertinya begitulah totalitas pekerja seni, uang bukan menjadi tujuan untuk mereka terus berkarya.
            Kalau ditanya masalah kualitas dari kacamata orang awam seperti saya, sepertinya tidak pernah satu kalipun pentas seperti tari, teater, ketoprak atau apapun yang pernah saya hadiri berakhir tanpa mendapatkan pesan khusus, baik tersirat ataupun tersurat. Sepertinya setiap karya yang tercipta tidak pernah terlepas dari makna-makna yang filosofis. Tidak heran penciptaannya memerlukan waktu dan renungan sehingga hasilnya luar biasa khas. Mereka menggambarkan fenomena sehari-hari dalam berbagai bentuk. Bisa berbentuk musik, lirik lagu, atau digambarkan dalam panggung olah peran. Unsur nasihat-nasihat, peringai dan watak, atau bahkan kritik-kritik menjadi sebuah warna. Sehingga tidak heran pada masa orde baru banyak hasil karya yang diciptakan sebagai kritik yang ditujukan kepada pemerintah baik secara halus atau terang-terangan. Memanfaatkan seni untuk membuat orang lain peka atas keadaan sosial yang menimpa masyarakat.
Sudah sejak lama sebenarnya saya mempertanyakan tentang minat para generasi muda dalam menikmati seni-seni tradisional sebagai alternatif hiburan. Bukan tanpa alasan, beberapa agenda pentas atau kegiatan seni lainnya saya merasakan baik lakon (pemain) atau penikmat biasanya di dominasi oleh orang-orang yang sudah berumur. Dalam satu kesempatan pernah sesekali mengajak teman-teman yang memang lahir di solo untuk ikut menonton sendratari atau ketoprak, namun selalu di tolak. Entah mungkin bosan dari lahir sudah terlalu sering melihat acara-acara itu atau bagaiamana. Walaupun begitu, masih banyak generasi muda yang senang melihat karya-karya tradisional. Beberapa malah mendedikasikan diri dalam melestarikan budaya lokal.
            Globalisasi sepertinya memberikan dampak nyata bagi eksistensi pagelaran seni dan budaya di seluruh Indonesia. Perkembangan budaya import di tanah air sepertinya mengalami peningkatan yang sangat pesat, informasi-informasi tentang keragaman budaya mancanegara sepertinya membuat budaya lokal kurang seksi untuk dilirik oleh para generasi muda. Apalagi, kesan tradisional membuat budaya lokal terlihat kuno dan tidak menarik sama sekali. Sehingga melakukan inovasi atau tetap pada kekhasan sebuah karya menjadi pilihan tersendiri bagi para pekerja seni agar tetap eksis sebagai alternatif hiburan masyarakat. disisi lain, ada juga yang memanfaatkan percepatan informasi untuk mempromosikan karya sebagai identitas bangsa. Menikmati seni tidak hanya membuat kita terhibur, sangat banyak manfaat-manfaat lain yang mungkin belum terlihat. Beruntunglah lahir sebagai indonesia, tempat berbagai harta yang berharga berada.
Dok. Pribadi
            Terima kasih dan apresiasi tinggi kepada semua pekerja seni tradisional yang ada di seluruh indonesia. Dengan karya, kalian tidak hanya menghibur, tapi juga mendidik dengan cara yang unik. Semoga akan serus bermunculan karya yang akan hidup abadi dari generasi ke generasi. Sudah saatnya kita mengurangi suara pesimistis tentang sebuah karya, tanpa tau bagaimana danbelajar bagaimana sulitnya mereka menghasilkan karya  J
           

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar