Sosiologi : Pemberdayaan Masyarakat
A.
Historis
Perkembangan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan adalah
terjamahan dari empowerment. Menurut Mernam Webster Oxford English Dictionary,
kata empower mengandung dua pengertian yaitu :
·
to give power atau memberikan
kekuasaan, mengalihkan atau mendelegasikan otoritas dari pihak lain.
·
to give ability to atau enable atau usaha
untuk memberikan kemampuan.
Menurut definisinya, pemberdayaan masyarakat dapat
diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat (miskin) untuk
berpartisipasi, bernegosiasi, memengaruhi dan mengendalikan kelembangaan
masyarakat secara bertanggung-gugat demi perbaikan kehidupannya. Pemberdayaan
dapat juga diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (empowermnet) atau
kekuatan (strength) kepada masyarakat.
2.
Tujuan
Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan dari pemberdayaan masyrakat, yaitu : “Terwujudnya Kemandirian Masyarakat Yang Berbasis Kepada
Pembangunan Manusia Seutuhnya Menuju Kesejahteraan Masyarakat”
3.
Sasaran
Pemberdayaan Masyarakat
Adapun Sasaran dari Pemberdayaan Masyarakat :
a)
Meningkatnya Kualitas Sumberdaya Aparatur Pemerintahan
Desa dan Masyarakat.
b)
Penilaian dan Evaluasi Desa-desa Berprestasi.
c)
Peningkatan Data Dasar Desa.
d)
Peningkatan Kerjasama Antar Lembaga Terkait.
e)
Mengoptimalkan Program Pemberdayaan Masyarakat
Perdesaan.
4.
Histori
Perkembangan Pemberdayaan Masyaraka
Historis perkembangan pemberdayaan
masyarakat secara global dimulai ketika zaman Renaissance. Latar belakang dari
Renaissance adalah Eropa mengalami masa kegegelan karena kepentingan pemikiran
yang dikusai oleh para pemimpin Gereja. Pemikiran manusia pada Abad Pertengahan
ini mendapat doktrinasi dari gereja. Oleh karena itu disebut Dark Age atau
Zaman Kegelapan.
Renaissance muncul karena bubarnya
jaringan-jaringan sosial lama dan pertumbuhan elite baru yang terspesialisasi
sehingga gereja berusaha untuk kembali mendesak kendali dan manyatukan kembali
masyarakat lewat pemakaian berbagai teknik semangat Renaissance sehingga
menyebar ke seluruh Italia dan Eropa. Dengan munculnya zaman renaissance
terdapat beberapa perubahan, yaitu perubahan pola pikir dan perubahan pada
kebudayaan.
Pertumbuhan manusia yang terus
berkembang membuat manusia berkembang lebih cepat daripada produksi bahan
pangan. Kemampuan menghasilkan pangan menjadi sangat terbatas. Untuk itu perlu
diupayakan pengembangan sumber daya alam. Karena itulah muncul Revolusi Hijau.
Secara harafiah Revolusi Hijau
(Green Revolution) berarti adalah perubahan secara cepat dalam memproduksi bahan
makanan. Terdapat dua metode untuk meningkatkan produksi bahan makanan, yakni
metode ekstensifikasi dan Intensifikasi. Metode Ekstensifikasi dilakukan dengan
cara memperluas lahan pertanian dalam meningkatkan produksi bahan makanan. Sedangkan
metode Intensifikasi adalah dengan cara meng-intensif-kan lahan pertanian yang
ada, supaya produktivitas lahan terus meningkat.
Gebrakan revolusi hijau di
Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Revolusi Hijau bahkan telah
mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah peradaban manusia, petani
bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Namun perkembangan revolusi hijau di
Indonesia dimaknai berbeda. Fokusnya menjadi pertumbuhan ekonomi membuat
penguasa bertindak sangat kejam terhadap masyarakat lemah. Sungguh
memprihatinkan. Kearifan petanipun dimatikan dengan penyeragaman. Kemandirian
digantikan dengan ketergantungan. Keseimbangan lingkungan dan sosial terganggu
akibat penggunaan bahan-bahan kimia non organik tinggi seperti pupuk buatan,
insektisida, pestisida, fungisida dan herbisida.
Untuk memperbaiki dan menstabilkan
harga, Maka sejak
tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang
disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Program tersebut berguna
untuk memperbaiki masalah-masalah yang ada di masyarakat. fokusnya tidak hanya
meningkatkan ekonomi negara saja. Namun kesejahteraan masyarakat tetap menjadi
prioritas utama bagi pemerintah.
B.
Landasan
Folosofi dan Landasan Sosiologi Pemberdayaan Masyarakat
1.
Landasan
Filosofi Pemberdayaan Masyarakat
a) Proses
Pemberdayaan Masyarakat
1) Pembebasan
Proses pendidikan merupakan suatu daur bertindak dan
berfikir yang berlangsung terus menerus. Dengan daur belajar seperti ini,
setiap anak didik secara langsung dilibatkan dalan masalah-masalah realitas
dunia dan keberadaan mereka didalamnya. Karena itu pendidikan ini juga disebut
pendidikan hadap masalah. Anak didik menjadi subyek yang belajar, subyek yang
bertindak dan berfikir, dan pada saat bersamaan berbicara menyatakan hasil
tindakan dan buah pikirannya. Begitu juga sang guru. Jadi murid dan guru saling
belajar satu sama lain dan saling memanusiakan. Dalam hal ini guru mengajukan
bahan untuk pertimbangan oleh murid dan di diskusikan bersama sang guru.
Hubungan keduanyapun menjadi subyek-subyek, bukan sunyek-obyek. Obyeknya adalah
realitas yang ada. Sehingga terciptanya suasana dialogis yang bersifat
intersubyek untuk memahami suatu obyek bersama. pemberdayaan masyarakat adalah
pemberdayaan masyarakat tidak membuat program begitu saja tanpa mengajak bicara
dengan warga masyarakat. Oleh karena itu, kalau banyak proyek yang tidak bisa
dirasakan oleh masyarakat maka program itu hanya dirumuskan oleh pengembang
tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat tetapi hanya mementingkan kebutuhannya
sendiri.
2) Penyadaran
Pembebasan dan pemanusiaan manusia, hanya bisa dilaksanakan,
jika seseorang telah menyadari realitas dirinya sendiri dan lingkungan
sekitarnya. Seseorang yang tidak menyadari realitas dirinya dan duia
sekitarnya, tidak akan pernah mampu mengenli apa yang sesungguhnya ingin
dicapai. Memahami realitas diri dan dunia sekitar adalah merupakan fitroh
kemanusiaan dan pemahaman itu sendiri adalah penting baginya.
Karena pendidikan adalah suatu proses yang terus menerus
mulai dan mulai lagi, maka proses penyadaran merupakan proses yang inheren
dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang
memang tidak boleh berhenti dan mandeg, ia mesti berproses terus, berkembang
dari satu tahap ketahap berikutnya, dari tingkat kesadaran naif sampai
ketingkat kesadaran kritis.
Dalam teorinya Freire menyebutkan
macam-macam tingkat kesadaran, yaitu:
·
Tingkat
kesadaran terendah disebut intransitive consciosness. Yaitu perhatiannya
terikat pada kebutuhan pokok, terikat pada kebutuhan jasmani dan tidak sadar
akan sejarah, tenggelam dalam masa kini yang menindas.
·
Semi
intrasitivy atau magical consciosness. Dalam level ini orang
meninternalisasikan nilai-nilai negatif dan sangat terpengaruh oleh emosi.
·
Naive
consciosness dimana orang mulai mempertanyakan tentang situasi hidup tetapi
naif dan primitif.
·
Critical
consciosness yaitu merupakan tahap yang dicapai melalui proses penyadaran yang
ditandai dengan kedalaman menafsirkan masalah-masalah, percaya diri dalam
diskusi-diskusi, kemampuan menerima dan menolak untuk mengelak dari tanggung
jawab.
b) Landasan
Filosofis Pemberdayaan Masyarakat
Landasan normative dalam pemberdayaan masyarakat. Norma
adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia bagaimana seseorang harus
bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus
dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari.
Landasan yuridis
dapat dilihat pada pasal-pasal dalam konstitusi mengamanatkan bahwa setiap
warga negara berhak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan
pemerintah wajib melindungi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia dan
berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi setiap warga Negara
Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dapat dilihat pada pasal 27 ayat
(2), pasal 28 huruf H ayat (3), serta pasal 34 ayat (1) dan (2), diatur
mengenai hak-hak warga Negara dalam memperoleh kesejahteraan sosial.
Secara filosofis, model pengembangan
masyarakat semestinya diarahkan pada:
·
Memandang
manusia atau masyarakat sebagai focus dan sumber utama pengembangan. Sehingga
apabila sudah mengberdayakan sumber utama yaitu manusia atau masyarakat maka
akan mudah memberdayakan yang lain.
·
Menjadikan
musyawarah sebagai metode kerjanya. Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
mengadakan program maka sebelum itu dilakukan musyawarah antara masyarakat
bersama agar mendapatkan kesepakatan.
·
Penyadaran
dan pembebasan sebagai proses kesejahteraan hidup sebagai tujuan akhir.
Implikasinya terhadap pemberdayaan masyarakat adalah pemberdayaan masyarakat
tidak membuat program begitu saja tanpa mengajak bicara dengan warga
masyarakat. Oleh karena itu, kalau banyak proyek yang tidak bisa dirasakan oleh
masyarakat maka program itu hanya dirumuskan oleh pengembang tanpa
memperhatikan kebutuhan masyarakat tetapi hanya mementingkan kebutuhannya
sendiri
c) Implikasi
Landasan Filosofis dalam Menganani Kemiskinan Absolute dan Kemiskinan Relative
1) Kemiskinan
Absolute
Kemiskinan
absolute yaitu ketika tingkat pendapatannya di bawah “garis kemiskinan” atau
sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara
lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang
diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Bank Dunia menetapkan bahwa garis
batas kemiskinan adalah US $ 50 perkapita pertahun untuk pedesaan dan US $ 75
perkapita per tahun untuk perkotaan.
2)
Kemiskinan Relative
Yaitu
kondisi dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun
relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya.Kemiskinan
relative dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan cultural yaitu karena mengacu
kepada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor
budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan, malas,
pemboros, tidak kreatif; meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.
Kemiskinan structural yaitu kondisi atau situasi miskin karena pengaruh
kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan. Soetandyo wignjosoebroto dalam “Kemiskinan Struktural:
Masalah dan Kebijakan”
d) Cara
Mengatasi Kemiskinan Absolute Melalui Pendidikan
Untuk
mengatasi kemiskinan absolute melalui jalur pendidikan adalah dengan
menggunakan pendekatan person in environment dan person in situation dengan
strategi penigkatan kemampuan orang miskin dalam menjalankan tugas kehidupan
sesuai statusnya.
2.
Landasan
Sosiologis Pemberdayaan Masyarakat
Landasan sosiologis merupakan
gambaran bahwa peraturan yang dibentuk adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Landasan sosiologis merupakan
gambaran fakta empiris mengenai perkembangan masalah, kebutuhan masyarakat
serta negara.
Pemerintah sampai saat ini membagi
penanggulangan kemiskinan menjadi 3 (tiga) kluster :
·
Kluster Pertama, meliputi program
bantuan dan perlindungan sosial
·
Kluster kedua, pemberdayaan masyarakat
melalu PNPM
·
Kluster ketiga, program bantuan
pengembangan usaha mikro
C.
Prinsip-Prinsip
Pemberdayaan Masyarakat
1.
Prinsip-Prinsip
Pemberdayaan Masyarakat
Ada beberapa prinsip dasar dalam
pemberdayaan masyarakat agar mewujudkan masyarakat yang berdaya atau mandiri.
a) Penyadaran
Masyarakat
yang sadar juga mulai menemukan peluang-peluang
dan memanfaatkannya, menemukan sumberdaya-sumberdaya yang ada ditempat itu yang
barangkali sampai saat ini tak pernah dipikirkan orang. Masyarakat yang sadar
menjadi semakin tajam dalam mengetahui apa yang sedang terjadi baik di dalam
maupun diluar masyarakatnya. Masyarakat menjadi mampu merumuskan
kebutuhan-kebutuhan dan aspirasinya.
b) Pelatihan
Pendidikan
disini bukan hanya belajar membaca,menulis dan berhitung, tetapi juga
meningkatkan ketrampilan-ketrampilan bertani, kerumahtanggaan, industri dan
cara menggunakan pupuk. Juga belajar dari sumber-sumber yang dapat diperoleh
untuk mengetahui bagaimana memakai jasa bank, bagaimana membuka rekening dan
memperoleh
Pinjaman.
c) Pengorganisasian
Agar menjadi
kuat dan dapat menentukan nasibnya sendiri, suatu masyarakat tidak cukup hanya
disadarkan dan dilatih
ketrampilan, tapi juga harus diorganisir.
Organisasi berarti bahwa segala hal dikerjakan dengan cara yang teratur, ada
pembagian tugas diantara individu-individu yang akan bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan tugas masing-masing dan ada kepemimpinan
yang tidak hanya terdiri dari beberapa gelintir orang tapi kepemimpinan
diberbagai tingkatan.
d) Pengembangan
kekuatan
Kekuasaan
berarti kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Bila dalam suatu masyarakat
tidak ada Penyadaran,
Latihan atau organisasi, orang-orangnya akan merasa tak berdaya dan tak
berkekuatan. Mereka berkata “kami tidak bisa, kami tidak punya kekuatan”. Pada
saat masyarakat merasa memiliki Potensi
atau
kekuatan, mereka tidak akan mengatakan lagi, “kami tidak bisa”, tetapi mereka
akan berkata “kami mampu!”. Masyarakat
menjadi percaya diri. Nasib mereka berada di tangan mereka sendiri. Pada
kondisi seperti ini bantuan yang bersifat fisik, uang, teknologi dsb. Hanya
sebagai sarana perubahan sikap.
e) Membangun
Dinamika
Dinamika orang
miskin berarti bahwa masyarakat itu sendiri yang memutuskan dan melaksanakan
program-programnya sesuai dengan rencana yang sudah digariskan dan diputuskan
sendiri. keputusan-keputusan harus diambil dari dalam masyarakar sendiri.
Semakin berkurangnya kontrol
dari masyarakat terhadap keputusan-keputusan itu,
semakin besarlah bahaya bahwa orang-orang tidak mengetahui
keputusan-keputusan tersebut atau bahkan keputusan-keputusan itu keliru.
D.
Teori-Teori
Pemberdayaan Masyarakat
1.
Teori
Ketergantungan
a) Sejarah
Teori Ketergantungan
Teori
Ketergantungan atau dikenal teori depedensi (Dependency Theory) adalah salah
satu teori yang melihat permasaalahan pembangunan dari sudut Negara Dunia
Ketiga. Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi
negara–negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari
kehidupan ekonomi negara–negara lain, di mana negara–negara tertentu ini hanya
berperan sebagai penerima akibat saja.
Teori
ketergantungan ini muncul sebagai dampak ketimpangan kemajuan antara negara
maju dan negara miskin. Raul Presbich mengkaji pertumbuhan ekonomi negara
berkembang dengan negara maju, beserta aktivitas ekonomi di berbagai negara. Teori ketergantungan secara garis
besar bisa dibagi menjadi dua macam, yaitu :
·
Teori
Depensi Klasik
kapitalisme
global akan membuat ketergantungan masa lalu dan sekarang oleh karena itu
negara yang tidak maju dan berkembang harus memutuskan hubungan dengan negara
maju supaya negara berkembang bisa maju.
·
Teori
Depensi Modern
Theontonio
Dos Santos membagi tiga bentuk ketergantungan negara ketiga, yaitu
ketergantungan kolonial, ketergantungan finansial-industrial, ketergantungan
tekhnologi-industrial.
b) Bentuk-Bentuk
Ketergantungan
1) Ketergantungan
Kolonial
2) Ketergantungan
Finansial Industrial
3) Ketergantungan
Teknologi Industrial
c) Kritik
Mereka
mengkritik bahwa teori depedensi bukan merupakan karya ilmiah, melainkan lebih
merupakan pamflet politik. Teori modernisasi mengatakan bahwa, teori depedensi
memberi penjelasan dan analisa ilmiah tentang persoalan yang ada di negara dunia
ketiga. Kategori teoritis, teori depedensi telah secara berlebihan menekankan
pentingnya pengaruh faktor eksternal, dengan hampir melupakan dinamika
internal. implikasi kebijakan, teori depedensi berpendapat bahwa selama
hubungan pertukaran yang tidak seimbang ini tetap bertahan sebagai landasan
hubungan internasional, maka ketergantungan dan keterbelakangan negara dunia
ketiga tetap tidak terselesaikan.
2.
Teori
Modernisasi
a) Sejarah
Teori Modernisasi
Teori
modernisasi fokus pada cara masyarakat pramodern menjadi modern melalui proses
pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur sosial, politik dan budaya.
Masyarakat modern adalah masyarakat industri. Oleh karena itu, hal pertama yang
harus dilakukan untuk memodernkan masyarakat adalah dengan industrialisasi.
Teori
modernisasi berkembang dalam tiga fase. Fase pertama (1950-an dan 1960-an),
fase kedua (1970-an dan 1980-an), fase ketiga (1990-an). Teori modernisasi
lahir sebagai sejarah tiga peristiwa penting dunia setelah Perang Dunia II,
yaitu munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia, perluasan
gerakan komunis sedunia dimana Uni Soviet mampu memperluas pengaruh politiknya
ke Eropa Timur dan Asia serta lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia
(Afrika dan Amerika Latin). Terdapat dua teori yang melatarbelakangi lahirnya
teori modernisasi, yaitu teori evolusi dan teori fungsionalisme.
b) Tahapan
Modernisasi
Lima tahapan dalam modernisasi, yaitu :
1) Masyarakat
tradisional: tahapan ini ditandai dengan kegiatan bertani dan barter.
2) Persiapan
untuk tinggal landas: tahapan ini ditandai dengan adanya spesialisasi, produksi
barang dan perdagangan. Selain itu, infrastruktur transportasi dikembangkan
untuk mendukung perdagangan. Tahapan ini pada akhirnya mendorong adanya
investasi.
3) Tinggal
landas: pada tahapan ini terjadi peningkatan industrialisasi dan ekonomi
beralih dari pertanian ke manufaktur.
4) Menuju
kematangan: pada tahap ini terjadi diversifikasi ekonomi ke daerah baru dan
sedikit ketergantungan pada impor.
5) Konsumsi
massa: pada tahap ini ekonomi menuju konsumsi massa dan pelayanan di sektor
jasa semakin mendominasi.
c) Kritik
Daniel Lerner menyatakan bahwa
teori modernisasi melupakan sejarah yang terjadi pada Negara Dunia Ketiga.
Dalam sejarahnya, Negara Dunia Ketiga mengalami masa penjajahan oleh bangsa
Eropa sehingga membuat negara tersebut tertinggal. Selain itu, teori ini
menyatakan bahwa untuk menjadi modern, Negara Dunia Ketiga harus mengikuti
proses yang terjadi di Negara Dunia Pertama (negara Barat). Akan tetapi, proses
Negara Dunia Pertama menjadi modern membutuhkan waktu yang sangat panjang.
3.
Teori
Sistem Dunia
Ada
beberapa pandangan menurut beberapa ahli dalam merumuskan atau mendefiniskan
teori sistem dunia :
·
Immanuel Wallerstein, dunia dikusai oleh sistem-sistem kecil atau sistem mini
dalam bentuk kerajaan atau bentuk pemerintahan lainnya.
·
James Petras,
dunia ini cukup dipandang hanya
sebagai satu sistem ekonomi saja, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Teori
ini berkeyakinan bahwa tidak ada negara
yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia.
Dari teori
ini kita bisa menilai apa yang terjadi, Teori sistem dunia (TSD) mengajukan
konsep international division of labor dimana setiap negara memiliki fungsi
masing-masing sesuai dengan posisi mereka di dalam sistem ekonomi dunia.
Menurut TSD struktur ekonomi dunia terdiri atas kelompok negara-negara pusat
(core), semi-pinggiran (semi periphery) dan pinggiran (periphery).
Terdapat
satu konsep dalam perspektif sistem dunia, Menurut Wallerstein, dunia terlalu
kompleks untuk dijelaskan dengan model dwi kutub, yakni sentral (inti) dan
pinggiran (periferi). Negara inti merupakan negara kapitalis dominan yang
mengeksploitasi negara periferi dalam hal tenaga kerja dan bahan-bahan mentah.
Negara ini paling diuntungkan dalam sistem ekonomi kapitalis. Negara periferi
bergantung pada negara inti dalam hal modal. Karakteristik negara ini
ditunjukkan dengan industrinya yang masih terbelakang. Negara periferi tidak
memiliki pemerintah pusat yang kuat atau dikendalikan oleh negara-negara lain,
bahan baku diekspor ke negara inti dan bergantung pada praktik kerja yang koersif.
E.
Proses
dan Bias dalam Aplikasi Pemberdayaan Masyarakat
1.
Pengaplikasian
Pemberdayaan Masyarakat
Pembangunan
pertanian pedesaan harus berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Pemenuhan
kebutuhan dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di
lingkungan sekitar. Diantaranya sumber daya yang tersembunyi berupa limbah.
Limbah di pedesaan mayoritas berasal dari limbah dapur dan ternak. Adapun yang
akan dibahas disini adalah pemanfaatan limbah kotoran ternak.
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu
alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan
bahan bakar minyak. Apalagi pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber bahan
bakar dalam bentuk biogas. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi,
tidak mengurangi jumlah pupuk organik yang bersumber dari kotoran ternak.
Dari aspek sosio-kultural penerapan teknologi baru kepada masyarakat
merupakan suatu tantangan tersendiri akibat rendahnya latar belakang
pendidikan, pengetahuan, dan wawasan yang mereka miliki. Begitu juga dengan
penerapan teknologi biogas. Untuk itu diperlukan sosialisasi yang tepat kepada
masyarakat agar dapat dijadikan sebagai rintisan wirausaha baru.
Manfaat
yang diharapkan dari kegiatan pemberdayaan masyarakat :
1. Hasil dari kegiatan yang akan dilakukan diharapkan dapat menjadi rintisan
kegiatan sistem pengelolaan limbah ternak yang berdaya guna.
2. Biogas yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai sumber belajar (real
teaching)
3. Program yang dijalankan dapat dijadikan sebagai media penghubung antar
keluarga dalam pengelolaan dan penyaluran biogas yang dihasilkan sehingga dapat
terbentuk atmosfir sosio kultural yang harmonis dan berkesinambungan.
4. Membuka peluang kerja bagi masyarakat petani dan peternak sapi sehingga
memperkecil arus urbanisasi.
5. Meningkatkan pendapatan masyarakat petani dan peternak sapi di daerah
tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan
dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri
yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan
organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan
organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine hewan ternak yang cocok
untuk sistem biogas sederhana.
Limbah biogas, yaitu kotoran
ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk
organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan,
unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin dan lain-lain tidak
dapat digantikan oleh pupuk kimia.
Tabel 2. Komposisi gas yang ada dalam biogas
|
Adapun cara pengoperasian reaktor biogas dalam skala
rumah tangga :
1.
Buat campuran
kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:1 (bahan biogas).
2. Masukkan bahan biogas ke dalam reaktor melalui tempat pengisian sebanyak
2000 liter, selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas ke dalam
reaktor.
3. Setelah kurang lebih 10 hari reaktor gas dan penampung biogas akan terlihat
mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah
dapat digunakan sebagai bahan bakar, kompor biogas dapat dioperasikan.
4. Sekali-sekali reaktor biogas digoyangkan supaya terjadi penguraian yang
sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas, lakukan juga pada
setiap pengisian bahan bakar.
5. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu
sebanyak ± 40 liter setiap pagi dan sore. Sisa pengolahan bahan biogas berupa
sludge (lumpur) secara otomatis akan keluar dari reaktor setiap kali dilakukan
pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat
digunakan langsung sebagai pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun
kering.
Pemeliharaan dan perawatan reaktor biogas :
1. Hindarkan reaktor dari gangguan anak, tangan jahil ataupun dari ternak yang
dapat merusak reaktor dengan cara memagar dan memberi atap supaya air tidak
dapat masuk ke dalam galian reaktor.
2. Isilah selalu pengaman gas dengan air sampai penuh. Jangan biarkan sampai
kosong karena gas yang dihasilkan akan terbuang melalui pengaman gas.
F.
Partisipasi
dan Globalisasi dalam Pemberdayaan Masyarakat
1.
Partisipasi
dalam Pemberdayaan Masyarakat
Partisipasi dan
pemberdayaan merupakan dua buah konsep yang saling berkaitan. Untuk menumbuhkan
partisipasi masyarakat diperlukan upaya berupa pemberdayaan. Masyarakat yang
dikenal “tidak berdaya” perlu untuk dibuat “berdaya” dengan menggunakan
berbagai model pemberdayaan. Pemberdayaan yang memiliki arti sangat luas tersebut
memberikan keleluasaan dalam pemahaman dan juga pemilihan model pelaksanannya
sehingga variasi di tingkat lokalitas sangat mungkin terjadi. Konsep
partisipasi dalam pembangunan di Indonesia mempunyai tantangan yang sangat
besar.
Upaya
memberdayakan partisipasi masyarakat dalam penyusunan program-program
pembangunan (daerah), harus dilakukan melalui tiga cara :
a) Pertama, menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang.
b) Kedua, memperkuat
potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan menerapkan
langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan
sarana baik fisik maupun sosial yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan
paling bawah.
c) Ketiga, memberdayakan
masyarakat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah.
2.
Globalisasi
dalam Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan di
era global membutuhkan kekuatan moral baik dari pemimpin maupun masyarakat.
Diperlukan keseimbangan dalam aspek-aspek wawasan global, kebangsaan, keagamaan
dan kemanusiaan. Serta perubahan culture set dari konsumtif ke produktif.
Transformasi Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Globalisasi, Pembangunan dan
Pemberdayaan Daerah Di masa yang akan datang, masyarakat kita jelas akan
menghadapi banyak perubahan sebagai akibat dari kemajuan yang telah dicapai
dalam proses pembangunan sebelumnya,kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pengaruh globalisasi. Satu hal yang tidak mungkin dihindari
adalah kegiatan pembangunan nasional akan semakin terkait erat dengan
perkembangan internasional.
pembangunan
daerah diupayakan menjadi prioritas penting dalam pembangunan kita di masa
datang. Upaya demikian sekurang-kurangnya perlu memperhatikan tiga hal penting
yaitu;
a) Bentuk
kontribusi riil dari daerah yang diharapkan oleh pemerintah pusat dalam proses
pembangunan dasar
b) Aspirasi
masyarakat daerah sendiri, terutama yang terefleksi pada prioritas
program-program pembangunan daerah
c) Keterkaitan
antar daerah dalam tata perekonomian dan politik.
Seseorang yang mempunyai perilaku
konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan
ketika membeli barang, melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada
barang tersebut. Hal ini didukung berbagai rekayasa budaya yang dilakukan oleh
kaum kapitalis dengan cara memproduksi simbol-simbol kemewahan dan keanggunan,
agar di konsumsi oleh masyarakat. Bahkan seolah-olah dijanjikan bahwa bagi
siapa yang mengkonsumsi produk tertentu, maka status sosialnya lebih bergengsi
atau berkelas.
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi masyarakat menjadi konsumtif, yaitu:
a) Diciptakannya
tren untuk membuat masyarakat melakukan pembelian;
b) Membeli
barang sebagai Self Reward System (sistem pemberian upah) dan merayakan
kebahagiaan atas kesuksesan yang diraih;
c) Pembelian
barang bisa menyelesaikan semua masalah;
d) Identitas
diri disetarakan dengan barang yang dimiliki;
0 komentar:
Posting Komentar