Dibalik Sebuah Pembangunan

Pernahkah kalian berfikir, bagaimana rasanya orang-orang jaman dahulu berpergian ke berbagai tempat ? Jika sulit, coba kalian membaca salah satu novel yg di buat oleh penulis kondang darwis tere liye, dimana salah satu latar tempat yang di ambil adalah kapal besar yang akan memberangkatkan para jamaah haji ke tanah suci. Kira-kira waktu 6 bulan perjalanan yang dibutuhkan untuk sampai ke mekkah sungguh sangat jauh berbeda jika kita menggunakan pesawat yang hanya membutuhkan sekitar 10 – 12 jam. Perkembangan teknologi menjadi berkah tersendiri bagi percepatan mobilitas barang dan manusia sehingga durasi yang diperlukan dalam berpindah tempat menjadi berkurang. Apalagi dalam beberapa tahun ini perkembangan infrastruktur jalan dan alat transportasi massal terus menjadi fokus utama pemerintah. Beberapa kota besar mulai berbenah, apalagi ibu kota.

            Jakarta sebagai ibukota dari Indonesia memiliki beberapa citra negatif yang sampai sekarang masih melekat kuat sebagai bagian dari potret ibukota. Coba tanyakan pada mereka-mereka yang menetap atau mereka yang menggantungkan diri kepada ibukota. Bayangan apa yang muncul ketika kita berbicara tentang Jakarta? Mungkin kumuh, banjir dan macet adalah kata-kata yang muncul sebagai gambaran Jakarta. Kebijakan-kebijakan muncul sebagai respon pemerintah dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Setiap gubernur punya gaya masing-masing, dan akumulasi kerja keras mereka dalam merubah wajah ibukota sudah mulai dirasakan oleh masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Terutama pada insfrastruktur transportasi massal ibukota.
            Macetnya jakarta sebenarnya terjadi karena banyaknya mobil dan motor pribadi yang berkeliaran di jalan ibukota. Pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi dan ruas jalan jakarta yang tidak seimbang menyebabkan kendaraan pribadi membludak. Pernah sekali waktu berkendara dari daerah Kelapa Dua Depok menuju Rawamangun yang biasanya hanya menempuh waktu sekitar 45 menit sampai 1 jam, dalam waktu sibuk seperti pagi saat semua orang berangkat kerja dan sore saat pulang kerja. Waktu tempuh itu bisa berlipat ganda tergantung tingkat kemacetan. Kendaraan umum memang belum begitu bisa menarik perhatian bagi mereka yang ingin berpergian. Efisiensi biaya dan waktu biasanya menjadi alasan utama tidak memilih transportasi umum. Apalagi beberapa kendaraan umum terkadang tidak benar-benar bisa mengantarkan kita ke tempat tujuan.
            Nah dalam beberapa tahun ini, perkembangan transportasi ibukota bisa di bilang meningkat. Ada dua wajah baru sebagai bentuk solusi yang ditawarkan oleh pemerintah. Busway dan Kereta Commuterline. Kedua alat transportasi massal itu sebenarnya sudah lama beroperasi sebagai alternatif pilihan warga jakarta dan sekitarnya. Namun, pemandangan dan sistem yang diterapkan membuat Busway dan Kereta Commuterline tampak berbeda. Dari Kereta Commuterline perubahan terjadi ketika adanya penertiban berbagai macam pedagang yang biasanya memenuhi stasiun dan sekitarnya. Ruang-ruang yang biasa diisi para pedagang di peron dan hilir-mudik pedagang yang menjajakan barang di dalam kereta bukan lagi menjadi pemandangan. Perubahan sistem ticket dan penambahan unit kereta menyingkat waktu penumpang dalam membeli tiket. Pembaharuan gerbong dan penambahan fasilitas seperti AC juga membuat nyaman pengguna. Sehingga Keadaan panas di jalan bisa dihindari. Apalagi rute-rute yang ada menghubungkan wilayah-wilayah di Jakarta dan daerah di sekitar Jakarta seperti Bogor, Depok, Bekasi dan Tanggerang.
             Begitu pula dengan transjakarta. Berbagai perbaikan, penambahan jumlah bus dan rute Transjakarta belakangan menjadi informasi positif bagi para pengguna setia. Sehingga kekurangan-kekurangan dari segi efisiensi waktu, fasilitas dan juga biaya lambat namun pasti akan teratasi. Bahkan beberapa bulan belakangan ada beberapa rute Transjakarta yang memberlakukan operasi 24 jam sehingga memudahkan masyarakat untuk menggunakan transportasi umum.
            Kemudahan dalam menggunakan transportasi belakangan memang tidak dapat dinikmati dengan cepat. Pembangunan infrastruktur kota memang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Bahkan belakangan ada berbagai pembangunan jenis transportasi baru yang sedang dikerjakan oleh pemerintah di kawasan ibukota. Tentunya wilayah pembangunan akan mengalami dampak dari pembangunan seperti macet dan ruas jalan menyempit dan itu akan terus dinikmati oleh masyarakat yang melewati wilayah tersebut sampai pembangunannya selesai.
            Bagi pecinta games bergenre strategi mungkin pernah merasakan bagaimana sulitnya “membangun” sesuatu. Beberapa games seperti series tycoon (Zoo tycon, Rollercoster tycon, Tycoon Island) yang menawarkan pengalaman bagaimana membangun sebuah kebun binatang, taman bermain, dan perusahaan yang layak dengan profit baik. Atau Sim City yang menawarkan sensasi membuat kota versi kita sendiri, mungkin juga game Caesar yang sama dengan Sim City tapi dengan latar zaman Kerajaan romawi. Walaupun hanya sekedar game, kita dapat menikmati bagaimana sulitnya menciptakan kondisi yang sesuai keinginan walaupun dalam bentuk simulasi dengan berbagai batasan.
            Contoh saja dalam game Sim City, kita dituntut untuk menciptakan pulau kosong menjadi sebuah kota yang ideal. Menciptakan sebuah tempat untuk beberapa jenis masyarakat dari masyarakat kumuh sampai elit dengan berbagai kebutuhan yang mereka inginkan. Menciptakan pekerjaan dan berbagai fasilitas umum seperti rumah sakit, pendidikan, keamanan dan sebagai macamnya. atau game seperti Caesar, dengan latar kerajaan romawi. Kita juga di tuntut untuk membuat sebuah kota sama seperti Sim City. Perbedaannya ada pada wilayah yang disediakan terdapat sumber daya alam yang berbeda. Sehingga kita harus mengatur kota seperti apa yang ingin dibangun. Apakah kota basis pertanian atau basis industri. Dari hasil produk pertanian atau industri kita akan mendapatkan uang untuk melakukan pembangunan. Tak jarang dengan konsep kolonial membuat kita dituntut untuk menciptakan barang tertentu dan bahkan kita harus menghutang untuk mensukseskan proyek pembangunan.
            Namun, Sim City dan Caesar tidak lebih dari game, bagaimanapun kesulitannya ataupun kesalahan yang kita lakukan, masih ada tombol restart disana. Kekurangan dan kesalahan masih bisa diperbaiki dari awal, sehingga tercipta sebuah kota yang benar-benar ideal. Mau sesulit apapun game selalu mempunyai batasan tersendiri di setiap versi dan pastinya kita sebagai player tentu bermain untuk sebuah kesenangan.
            Dalam hal ini, saya tidak mencoba untuk menyamakan bagaimana pemerintah mmengatur perkembangan infrastruktur di Indonesia dan kemudahan saya bermain game simulasi pembuatan sebuah kota. Setidaknya dalam permainan yang di suguhkan oleh Sim City dan Caesar membuat kita paham seberapa sulit kah merancang pembangunan sebuah kota bahkan negara itu sendiri. Dasar-dasar apa yang membuat sebuah bangunan atau fasilitas umum di bangun. Biaya-biaya yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Karena dalam game pun, pembuatan bangunan yang memiliki sebuah fungsi haruslah dibangun di tempat yang bermanfaat dan menopang aktivitas di wilayah tersebut. Dalam dunia nyata, sebuah bangunan yang ternyata tidak berguna bagi wilayah tersebut tidak serta merta mudah untuk dihancurkan atau di hilangkan, biaya dan waktu yang digunakan dalam membangun akan terbuang sia-sia. Baik pemeritah dan masyarakat sebaiknya membuka diri dalam merumuskan sebuah pembangunan. Keterlibatan aktif dari masing-masing wilayah mungkin saja bisa menentukan keberhasilan pembangunan. Sehingga keberadaannya bisa dinikmati oleh setiap orang yang terdapat dalam wilayah tersebut.

           

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar