Tahlilan, Ritual Upacara Kematian Adat Jawa
Latar Belakang
Ketika manusia meninggal dunia,
maka terputuslah amalnya, kecuali pahala
dari
tiga
amal yaitu, sedekah jariyah, ilmu yang manfaat dan anak saleh yang
mendoakannya (Al-Hadis). Kiriman dari anak cucu, sanak keluarga
dan
teman baik
berupa doa. Sedekah dan amal saleh yang lain bermanfaat dan sangan berarti bagi
orang-orang yang sudah meninggal akan menambah
derajat mereka di alam kubur. Dalam
pemahaman tersebut yang
menimbulkan sebuah
tradisi di dalam kebudayaan jawa yang kemudian menyatu secara simbiosis dalam bentuk upacara tradisi kematian.
Tahlilan adalah ritual yang
dijalankan setelah meninggalnya seorang
berupa
pembacaan zikir, doa, dan bacaan-bacaan al-Quran dengan melibatkan kerabat dan warga masyarakat
sekitar yang dipandu seorang uztad atau
tokoh yang berpengaruh
di dalam daerah tersebut. Tahlilan biasanya
dilaksanakan biasanya dilaksanakan pada malam hari sesuai dengan kondisi dan situasi, waktu yang
pasti antara setelah magrib
atau isya. Dalam pelaksanaannya pun terdapat waktu-waktu tertentu,
antara lain : pada saat hari
kematian, hari ketiga, hari
ketujuh, hari keempat puluh, hari keseratus, satu
tahun, dan hari keseribu setelah kematian.
Dalam beberapa daerah di masyarakat Islam Jawa
di Indonesia, keberadaan tahlilan sudah menjadi suatu ritual yang wajib ketika seorang keluarga, tetangga
dan saudara-saudara yang
memiliki agama yang sama (red : islam), Tahlilan merupakan upacara kematian yang wajib dilaksanakan. Karena
tradisi ritual tahlilan ini sudah
mengakar dan menjadi budaya pada masyarakat jawa yang
sangat berpegang
teguh
pada adat istiadatnya. Tradisi tahlilan ini berdasarkan konsep ajaran-ajaran yang sudah
berkembangkan dalam
masyarakat.
Dalam artikel ini, kita
akan membahas mengenai tahlilan sebagai ritual kematian adat jawa. Dalam pembahasannya, ritual tahlilan akan dilihat dari teori fungsional
malinowski
Pengertian
Upacara Tahlilan
Ritual tahlilan merupakan sebuah ajaran jawa yang
berfungsi untuk menyelamatkan orang jawa yang
sudah meninggal. Sebenarnya, ritual-ritual kematian
ini sudah ada sebelum terpengaruh
dalam ajaran-ajaran hindu-budda. Namun, dalam ritual-ritual kematian
dahulu hanya
sebatas mantra-mantra
atau doa-doa. Tujuannya sebenarnya sama dengan konsep dalam agama
islam, yaitu untuk mencapai sebuah keselamatan
dan tidak menyamakan perlakuan kematian
dari manusia dengan binatang. Binatang mati tidak memerlukan sebuah upacara penyelamatan jiwa. Namun,
manusia memerlukan upacara semacam itu. Pelaksanaan pada zaman dahulu hanya
sekedar mengirimkan puja-puji dan mantra, kemudian dilanjutkan kegiatan-kegiatan untuk mengurus
mayat dari manusia tersebut.
Acara tahlilan adalah upacara ritual seremonial yang
biasa dilakukan oleh
sebagai masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian.
Acara ini biasanya
dilakukan secara
bersama-sama, berkumpul
sanak keluarga, beserta masyarakat sekitarnya. Didalamnya biasanya dilakukan pembacaan beberapa ayat suci alquran,
dzikir-dzikir dan diserti doa-doa tertentu yang ditunjukan
untuk dikirimkan kepada si
mayit. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang
maka karena itu dikenal dengan istilah
“Tahlilan”.
Tradisi kehidupan
religius semula bentuknya masih sangat sederhana. Perkembangan tradisi di Indonesia semakin berkembang
dengan adanya pengaruh hindu-budda yang juga menyesuaikan dengan kehidupan-kehidupan masyarakat setempat, hanya saja cara-cara juga upacara yang di lakukan oleh penganut hindu- budda berasal dari sumber
hindu-budda. Kedatangan Agama islam ke Indonesia juga mewarnai tradisi-tradisi yang
ada
di Indonesia.
Proses
Pelaksanaan Tahlilan
Salah
satu adat jawa diantaranya selamatan meninggalnya seseorang.
Pelaksanaan selamatan di masyarakat Jawa yaitu selamatan untuk hari pertama, ketiga,
ketujuh, keempatbelas, dan keseratus; kemudian sesudah satu tahun,
dua tahun dan seribu hari. (Beatty, Andrew:hal 46) Masyarakat Jawa menghitung hari untuk
selamatan umumnya tidak dihitung
satu persatu dari hari meninggalnya.Ada ada cara
yang diyakini lebih praktis daripada menghitung
satu-persatu. Karena selamatan hari
kematian dihitung berdasarkan penanggalan jawa praktis, untuk dapat menghitungnya
kita
harus mengenal
dulu sistem penanggalan jawa.
Upacara-upacara tahlilan ada beberapa macam pokok,
yaitu a) Upacara tiga hari
Dalam kaitan ini orang
jawa berkeyakinan bahwa roh orang yang meninggal masih
berada dirumah. Namun tidak di tempat tidur lagi, roh sudah mulai
berkeliaran untuk mencari
jalan
keluar untuk meninggalkan
keluarganya.
b) Upacara tahlilan 7 hari
Tahlil yang dilaksanakan 7 malam ini membaca kalimat “laailaha illallah”
dengan tujuan
mendoakan agar
dosa orang yang meninggal diampuni.
c) Upacara tahlilan 40 hari
Untuk taahlilan 40 hari bertujuan untuk memudahkan perjalanan roh menuju ke
alam kubur. Keluarga
dan lingkungan sekitar membantu dengan membaca tahlil dan selamatan.
d) Upacara tahlilan 100 hari
Tradisi 100 hari
sebagai bentuk penyempurnaan. Langkah ini diambil untuk mencapai keselamatan arwah untuk mencapai
sebuah
tempat yang dituju.
e) Upacara tahlilan 1 tahun
Tahlilan 1 tahun berfungsi untuk mengingat-ingat jasa orang yang
telah meninggal. Hal ini berfungsi untuk mengingatkan
manusia yang telah hidup agar lebih
meningkatkan amal perbuatan.
f) Upacara tahlilan
2 tahun
Pada saat tahlilan ini melakukan pengiriman doa dan juga melakukan sajian
selamatan. Tradisi ini merupakan hasil akumulasi kepercayaan masyarakat
jawa dengan
kepercayaan
lain, seperti pengaruh
hindu, budda, dan islam.
g) Upacara tahlilan 1000 hari
Ini
adalah puncak dari rangkaian selamatan kematian. Orang
jawa meyakini
bahwa roh manusia yang meninggal sudah tidak akan kembali ke tengah-tengah
keluarga. Itulah disebabkan selamatan
pada saat ini dilaksanakan lebih besar dibanding selamatan
sebelumnya.
Pelaksanaan tahlilan, diawali dengan pihak keluarga yang ditinggalkan mengundang tetangga dan keluarga secara
lisan untuk menghadiri acara
itu
yang akan
dilaksanakan di rumah duka. Acara tahlilan biasanya diadakan pada
malam hari, di waktu setelah magrib atau setelah isya. Acara itu baru
dimulai apabila
para
undangan yang hadir sudah banyak
yang datang dan dianggap cukup. Beberapa orang yang tidak diundangpun terkadang turut menghadiri acara tahlilan, sebagai cara
untuk menyampaikan
rasa ikut berduka.
Acara
tahlilan, dimulai dengan pembukaan dan diakhiri dengan pembagian makanan kepada para hadirin. Makanan yang
disediakan oleh keluarga duka ada yang menyajikan sampai dua
kali, yaitu untuk disantap bersama dirumah tempat masing-
masing, yang
biasa di sebut dengan “berkat”. Proses dalam pelaksanaan acara yang
sudah terjadi sebuah adat kebiasaan. Dimulai dengan dipimpin oleh soerang tokoh masyarakat, baik seorang
ulama atau ustad yang sudah di mintai tolong
untuk memimpin acara. Dalam acara tahlilan pada umumnya dilakukan pembacaan tahlil dan
al-quran serta pembacaan doa-doa bersama yang khusus ditujukan oleh seseorang yang sudah
meninggal. Biasanya
doa
yang ditujukan tidak hanya
untuk
orang yang
meninggal pada hari tersebut, namun biasanya keluarga
duka juga mengkhususkan
doa-doa untuk orang-orang yang
sudah meninggal di waktu terdahulu. Biasanya ritual
dilakukan dimulai dengan pembacaan surat yasin, pembacaan tahlil
dan ditutup dengan pembacaan doa.
Tahlilan dalam konteks Fungsionalisme
Kegiatan tradisi merupakan
pewarisan
serangkaian
kebiasaaan dan
nilai-nilai
yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tahlilan merupakan sebuah
ritual kematian yang
dilaksanakan oleh masyarakat-masyarakat yang memiliki tradisi tersebut. Khususnya di jawa, tahlilan
digunakan sebagai ritual menyelamatkan mayat
dan juga memperlakukan mayat
tersebut tidak
seperti hewan.
Malinowski, memberikan paparan tentang asumsi dasar teori
fungsionalisme.
Dimana, malinowski mengatakan bahwa fungsi dari suatu pemikiran merupakan untuk memuaskan interes-interes tertentu. Malinowski telah mengganti kata
‘interes’
itu menjadi ‘tingkah laku untuk memenuhi
kebutuhan’. (Soehanda,Moh:49) Ia
berpendapat bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia itu sama, baik itu sebuah kebutuhan yang
memiliki sifat biologi ataupun yang memiliki sifat pskiologis dan kebudayaan
pada pokoknya merupakan
sebuah pemenuhan
kebutuhan, namun tidak serta
merta dilakukan atau dipenuhi
secara sembarangan. Kondisi pemenuhan
kebutuhan tidak terlepas dari sebuah proses dinamika
perubahan ke
arah konstruksi nilai-nilai yang disepakati bersama dalam sebuah masyarakat dan dampak dari nilai tersebut
pada akhirnya
membentuk
sebuah tindakan-tindakan
yang tercermin
dan dimaknai sendiri oleh masyarakat yang bersangkutan.
Teori fungsionalisme mengembangkan sebuah agama merupakan bagian dari kebudayaan yang
digunakan dalam pemenuhan kebutuhan
dasar. Dengan agama
kita dapat memberikan kepada
manusia rasa akan harapan dan tujuan, ketentraman dan damai.
Tindakan ritual tahlilan merupakan sebuah bentuk kebutuhan
dasar mannusia, dimana agama merupakan salah satu dari kebutuhan tersebut. Untuk memenuhi sebuah kondisi dimana, jika seseorang sudah mati, terputuslah semua pahala-pahala mereka,
kecuali 3 pahala. Yaitu amal jariyah, ilmu yang berguna, dan doa dari anak-anak sholeh. Kondisi
ini yang
membuat masyarakat ingin melakukan sesuatu kepada saudara-saudara mereka yang telah mati agar mereka dapat mengirimkan doa-doa yang dapat menghasilkan pahala untuk mereka. Karena
itu
masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya membentuk sebuah ritual yang
diperuntukkan untuk orang yang sudah meninggal.
Dalam ritual tahlilan ini,
sebenarnya tidak hanya sebatas sebuah ritual yang harus dilakukan oleh masyarakat ketika terdapat saudara
atau tetangga meninggal. Namun
terdapat nilai-nilai yang terkandung di dalam tahlilan. Antara lain
:
a) Nilai
Sedekah
Ritual tahlilan yang dilakukan saat kematian dianjurkan melakukan suatu kebaikan yang dianjurkan oleh islam. Kebaikan tersebut adalah sedekah. Menurut para ulama, tindakan sedekah sebaiknya tidak hanya dilakukan waktu
kita
sedang lapang saja (senang, gembira, bahagia, kelebihan rezeki), namun, waktu terbaik dalam melakukan sedekah adalah disaat waktu sempit (kondisi
waktu yang
sedih). Harapannya tindakan yang dilakukan akan sampai si
almarhum. Biasanya sedekah berupa makanan dan minuman pada
saat
melakukan ritual tahlilan, namun hal tersebut tergantung pada kadar
kemampuan masing-masing keluarga yang melakukannya.
b) Nilai
Ukhwah Islamiyah
Dalam
masyarakat jawa,
tahlilan memberikan sebuah kesempatan
berkumpulnya sekelompok orang yang berdoa bersama, makan bersama, yang
merupakan suatu sikap yang mempunyai makna turut berduka cita terhadap keluarga si mayat atas musibah yang menimpanya. Kegiatan ini akan meningkatkan persaudaraan antara mereka. Pemilihan waktu dalam tahlilan juga memiliki pertimbangan untuk tidak mengganggu kegiatan mencari nafkah orang-orang yang ingin mengikuti tahlilan. Perkumpulan tidak lain untuk
mengadakan doa bersama sebagai
bentuk hadiah kepada si
mayat
agar dihapus
segala
siksa yang akan menimpanya.
c) Nilai
Solidaritas
Kematian merupakan sebuah peristiwa yang tidak menyenangkan bagi keluarga
yang ditinggalkan. Ketika salah satu keluarga ataupun tetangga
meninggal, kita
dalam bertakziyah biasanya
membawa bawaan untuk diberikan kepada
keluarga yang
ditingkalkan. Barang yang berupa bahan pokok ataupun uang.
Fungsinya untuk membantu meringankan penderitaan mereka
selama waktu
berduka. Dalam tradisi kematian biasanya prinsip penyumbang
dengan penuh kerelaan dan
keikhlasan. Hal tersebut membentuk
sebuah solidaritas
sesama
muslim untuk menciptakan situasi rukun, toleran dan juga tolong-menolong
untuk memberikan doa yang ditujukan kepada orang yang sudah meninggal.
d) Nilai
Tolong-menolong
Nilai tolong
menolong disini terlihat ketika penyelenggaraan tahlilan. Dimana para keluarga dan tetangga dengan suka rela membantu pelaksanaan tahlilan di rumah duka. Biasanya
dalam menyediakan hidangan atau membantu selama kegiatan berlangsung sampai akhir
acara. Dalam kegiatan ini para tenaga kerja melibatkan diri dengan membantu yang
punya hajat tanpa meminta imbalan
berupa upah.
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas kita dapat mengetahui
Ritual tahlilan merupakan sebuah
ajaran jawa yang
berfungsi untuk menyelamatkan orang jawa yang
sudah meninggal. Dimana, ritual ini memiliki beberapa urutan acara sebagai bentuk membantu orang yang sudah meninggal agar bisa diterima ibadahnya dan tetap mendapatkan pahala dari
doa-doa yang
dipanjatkan didalam ritual tahlilan.
Tahlilan sebenarnya bukan hanya sebuah kegiatan upacara kematian yang wajib
dilakukan. Karena ketika kita amati lebih dalam terdapat nilai-nilai yang
dapat memberikan rasa rukun, toleran, dan
harmonis
di dalam
lingkungan masyarakat.
Daftar Pustaka
Soehendra, Moh. 2014.
Fakta dan Tanda Agama : suatu tinjauan sosio-antropologi. Yogyakarta : Diandra Pustaka Indonesia.
Beatty, Andrew. 2001. Variasi Agama Jawa : suatu pendekatan Antropologi. Jakarta : Grafindo.
0 komentar:
Posting Komentar