Ruh Para Pencerdas Bangsa #KKN2016

 Mengajar itu susah ya dek.

Celetuk seorang guru TPA saat sedang menunggu murid-muridnya berlomba. Sekilas, kata-kata itu seperti tiada makna, tak bertuan. Hanya sebuah basa-basi sebagaimana orang-orang lakukan untuk memulai percakapan. Entahlah, sekarang keadaannya berbeda. Setelah melakukan kegiatan rutin mengajar adik-adik di dukuh wijang. Tepat ketika kita Tim KKN, mengumpulkan adik-adik. Mengucapkan banyak terima kasih, ucapan maaf, juga tak lupa do’a dan harapan buat semua adik-adik. Kata-kata itu menyeruak keluar, memaksa untuk mengingat kembali sebuah percakapan, membuatku banyak berfikir juga merenung.


Guru TPA        : “Saya deg-deg mas, yang lomba anak-anak masa saya juga ikut deg-deg”
Jundi             : “Lha pripun to bu, kan anak-anak yang lomba”
                   Guru TPA        : “Kasian Anak-anak mas, saya belum sempet ngajarin. Ada kegiatan pengajian di wijang, jadi engga kepegang deh”
Jundi                 : “Ohh gitu bu, yaudah bu yang penting anak-anak ada kegiatan”



Kalau kalian melihat mimik muka sang Guru, kamu akan melihat benar raut khawatir. Mungkin sedikit kecewa, apalagi melihat anak-anak dari dukuh lain datang dengan persiapan yang baik, senjata yang terasah, dan strategi yang jitu. Sedangkan dia hanya melempar gladiator-gladiator muda ke medan perang, sebagian mungkin berpengalaman. Tapi dipastikan tidak dengan senjata terbaiknya. Rasa itu yang mungkin saya rasakan, ketika yakin hari yang mungkin hari terakhir bagi kami Tim KKN untuk membantu adik-adik, mempersiapkan untuk medan perang mereka masing-masing. Khawatir rasanya, 1 bulan bahkan dirasa tidak cukup. Ingin rasanya tetap tinggal sampai dirasa benar-benar siap. Seperti ibu burung yang terus berada di samping anaknya, sampai dia yakin anaknya siap untuk terbang dan berpetualang sendiri.  

Di penghujung acara, muka khawatir para guru TPA berubah sudah. Mereka tersenyum simpul, sederhana lagi bermakna. Saat satu persatu anak-anak disebutkan namanya, saat mereka dinyatakan panitia sebagai pemenang lomba, Sang penguasa Arena. Disitulah momen dimana senyum sederhana mereka seperti bunga yang bermekaran, indah. Kerja keras mereka terganjar dengan prestasi anak didik, bangga atas sebuah pencapaian.

Apakah itu yang dirasakan semua guru di dunia. Seakan perasaan Guru kepada anak didik terkoneksi dengan baik. Guru dapat merasakan semua emosi, Guru juga merasakan semua perkara. Mungkin dalam tingkatan tertentu sebuah ketidakbiasaan yang ditunjukan oleh anak didik akan terbaca dengan jelas dalam waktu yang singkat.
Apakah itu yang dirasakan semua guru di dunia. Berbuat sebaik mungkin, mengajar dan mendidik. Menyiapkan para generasi muda pada tingkatan tertentu. Memberikan semua pengetahuan, pengalaman dan nasihat hidup. Membuat mereka siap menjadi manusia.

Apakah benar semua guru di dunia merasakan itu?
Ruh-nya seorang Guru
Ruh-nya seorang Pencerdas Bangsa
.
Entahlah, sebagai calon guru aku masih bimbang akan rasa itu.
Pantaskah aku bisa menjadi Guru? Dengan Ruh seorang guru di dadaku ??

.
.
.

Rabu, 24 Agustus 2016
Desa Karangtalun, Kab Blora

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar