Sebuah Novel : BHISMA MAHAWIRA ( Nyanyi Sunyi Sang Pemegang Janji Abadi )
Dok. Google |
Bhisma
Mahawira adalah salah satu judul novel yang tulis oleh Ardian Kresna. Novel ini
menceritakan kisah Dewabrata, seorang anak dari Raja Astinapura. Ketika remaja,
Dewabrata sudah ditinggalkan oleh ibu kandungnya Dewi Gangga membuat dia
dilahirkan tanpa kasih sayang dan air susu seorang ibu karena Dewi Gangga marah
kepada Prabu Sentanu akibat mengingkari sumpah janji saat melamarnya.
Ditinggal oleh sang
istri membuat Prabu Sentanu kesepian dan membuat ia melarikan diri dari
kegundahan hatinya dengan mengumbar kesenangan keluar masuk hutan untuk
berburu. Suatu hari Prabu Sentanu bertemu dengan seorang cantik di seberang
sungai bernama Dewi Setyawati. Kecantikannya membuat raja jatuh cinta kepada
perempuan itu membuat Raja memiliki keinginan untuk menikahi Dewi Setyawati
yang ditemuinya di tepi sungai. Namun keinginan sang Prabu terhalang karena
Dewi Setyawati memberikan syarat kepada sang Prabu jika ia ingin Dewi menjadi
Istrinya, Prabu Sentanu harus menjadikan anak laki-laki yang lahir dari rahim
Dewi Setyawati seorang raja Astinapura menggantikan Prabu Sentanu. Sang Prabu
tidak langsung menjawab persyaratan dari Dewi Setyawati, dia menjelaskan bahwa
dirinya seorang duda dan sudah memiliki seorang pewaris kerajaan astinapura. Prabu
Sentanu meminta Dewi Setyawati bersabar agar dia bisa merundingkan persyaratan
ini kepada anaknya.
Suatu waktu, Prabu
Sentanu menceritakan semua peristiwa yang dialami olehnya ketika dihutan.
Pertemuannya dengan Dewi Setyawati dan juga keinginannya untuk menjadikannya
sebagai seorang istri serta syarat yang diajukan oleh Dewi Setyawati kepada
anaknya Dewabrata. Sebagai seorang anak yang patuh dan berbakti kepada ayahnya
Dewabrata menyanggupi semua permintaan ayahnya, keinginan untuk menikah dan
juga menyanggupi syarat dari Dewi Setyawati. Pada saat hari pernikahan,
Dewabrata mengucapkan janji suci untuk tidak menikah seumur hidup, janji itu
dipersembahkannya sebagai mas kawin pernikahan ayahanda. Dengan mengikrarkan wadat (bersumpah untuk tidak menikah)
membuat Dewa dan alam semesta kagum dengan sumpah yang maha dasyat itu.
sehingga Dewabrata dianuggrahkan nama baru. Yaitu Bhisma, yang berarti
Mahadasyat.
Cinta kasih dan juga loyalitas
Bhisma kepada ayah dan Kerajaan Astinapura membuat dia menjadi seorang yang
penting dalam istana. Termasuk mengajarkan Darma dan juga keahlian perang yang
dimilikinya kepada cucu-cucunya pandawa dan kurawa. Semua ilmu yang diberikan
oleh Bhisma agar para keturunan yang telah tumbuh semakin dewasa ini akan dapat
menjadi kesatria utama dalam melaksanakan tugas mulia mengurus pemerintahan
negara dan kemasyarakatan.
Bhisma sebagai sesepuh
dalam istana astinapura memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
keberjalanannya. Nasehat-nasehat baik keluar untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang terjadi dalam Pemerintahan Astinapura. Termasuk konflik
warisan kekuasaan yang dialami oleh Kerajaan Astinapura. Duryudana sebagai Raja
Astinapura tidak ingin memberikan kerajaan kepada pewaris yang sah menurut
undang-undang yang ditetapkan oleh para sesepuh astinapura. Dimana Hak kerajaan
Astinapura merupakan milik keturunan dari Prabu Pandu Dewanata yaitu para
pandawa. Segala saran telah diberikan oleh Bhisma tidak di dengarkan karena
hasutan dari Arya Sengkuni, Patih Astinapura dan bahkan mereka menolak
perwakilan dari pandawa yaitu Prabu Krisna yang datang untung berdiplomasi
perihal warisan kekuasaan Kerajaan Astinapura. Penolakan Duryudana atas
permintaan Prabu Krisna membuat perang Bharatayuda yang memang sudah di
ramalkan benar-benar terjadi. Peperangan antara Kurawa dan Pandawa.
Perang Bharatayuda
sudah tidak bisa di cegah kembali. Bhisma yang dari awal sudah berusaha untuk
menghentikan ketamakan dan kesombongan para kurawa dengan nasihat dan
kebajikannya juga tidak bisa merubah keputusan dari Duryudana. Perang yang akan
menunjukkan siapa yang benar dan salah, perang yang dapat menumpas kemungkaran
dimuka bumi akan segera terlaksana. Walaupun pihak kurawa pihak yang salah dan
akan kalah sesuai dengan takdir yang di gariskan. Bhisma tetap berdiri memimpin
perang dalam kubu kurawa. Loyalitas terhadap Negara dan dharma kesatria yang
dia laksanakan membuat Bhisma tetap membela Astinapura. Tentu saja hal itu akan
menyulitkan para pandawa dalam menghadapi kurawa di medan perang.
Dalam kisah ini, kita
akan di suguhkan peperangan dasyat Bharatayuda di padang Kurusetra.
Strategi-strategi perang di peragakan oleh kedua kubu. Bhisma sendiri sebagai
panglima perang kubu kurusetra harus berhadapan dengan para pandawa demi
menjalankan darma kesatrianya. Dalam novel yang berisi 520 halaman ini kita
juga bisa mendapatkan nasehat-nasehat baik, dialog khas dan juga kita bisa
mendapatkan pengetahuan tentang perang Bharatayuda serta sejarah yang dibungkus
dalam cerita novel. Sehingga kita bisa lebih mudah dalam memahami bagaimana
peristiwa Perang Bharatayuda. Namun, fokus dalam kisah novel ini lebih spesifik
tentang kehidupan yang dihadapi oleh Bhisma. Perjalanan hidup dari anak Prabu
Sentanu yang melakukan wadat. Buku
yang bagus buat kamu yang ingin tahu sejarah perang Bharatayuda dan juga
nasehat-nasehat zaman dahulu.
0 komentar:
Posting Komentar